Kaweden MY.ID adalah situs tempat berbagi informasi terkini. Berita dalam negeri kunjungi situs RUANG BACA. Untuk berita luar negeri kunjungi DJOGDJANEWS

Menjelajahi Afantasia: Ketika Pikiran Tak Dapat Membentuk Gambar

KMI NEWS – Memahami afantasia, suatu kondisi di mana seseorang tak mampu untuk memvisualisasikan hal-hal dalam benaknya ketika sedang berpikir. Mereka yang memiliki afantasia (kondisi buta pikiran) ini tidak sanggup membangun kembali atau membentuk gambaran visual secara mental meski hanya sekedar membayangkan. Walaupun fenomena ini telah ditemukan oleh ilmuwan sejak awal abad ke-20, namun kata 'afantasia' sendiri baru dibuat dan digunakan pertama kalinya pada tahun 2015.

Kurang lebih sepertiga persen populasi saja yang mengalaminya, fenomena ini dikenal sebagai afantasia dan dialami oleh kira-kira empat perseratus penduduk dunia. Hanya kurang dari satu persen orang yang menderita bentuk afantasia ekstrem dimana mereka sama sekali tak bisa memvisualisasikan bayangan atau citra apapun dalam benaknya.

Sayangnya, para peneliti belum mengetahui penyebab pasti dari afantasia. Akan tetapi, sejumlah pakar mencurigai bahwa kondisi ini kemungkinan berhubungan dengan jaringan saraf dalam otak yang mengolah data visual.

Skala Afantasia

Ketrampilan dalam memvisualisasikan serta menghasilkan citra mental bervariasi dari satu individu ke yang lain.

Sebagai contoh, pada salah satu ujung spektrum terdapat individu dengan afantasia yang secara keseluruhan gagal menghasilkan gambaran visual dalam pikiran mereka maupun membayangkannya.

Sebaliknya, sebagian individu bisa saja menghadapi hiperfantasi, suatu keadaan di mana seseorang mempunyai daya imaginasi yang luar biasa tajam.

Antara kedua jenis kelainan tersebut, terdapat individu dengan fantasia atau hipofantasia yang memiliki tingkat keterbukaan gambar visualisasi rendah sampai sedang ketika menciptakan bayangan mental.

Gejala Afantasia

Gejalanya dari afantasi yang sesungguhnya biasanya bervariasi pada tiap individu, khususnya karena kondisinya termasuk dalam sebuah spektrum.

Sebagian orang dengan afantasia benar-benar tak bisa menghasilkan bayangan visual dalam pikiran mereka, sedangkan sebagian lainnya mampu menciptakan bayangan visual yang kabur dan redup.

Orang dengan afantasia mungkin juga merasakan sejumlah hambatan dalam aspek-aspek daya imaginasinya yang lainnya.

Para peneliti mengamati bahwa sebagian orang dengan keadaan itu mengalami serangan citra tanpa sengaja.

Peneliti pun mengamati, sebagian individu dengan afantasia cenderung berprestasi di bidang-bidang yang bersifat logis, misalnya matematika ataupun kemampuan bahasa lisan.

Dampak Kognitif dari Afantasia

Studi menunjukkan bahwa orang dengan afantasia mungkin menghadapi sejumlah hambatan kognitif. Orang yang memiliki kondisi ini bisa merasakan salah satunya atau beberapa kesulitan di bawah ini:

- Mengalami kesulitan dengan memori jangka panjang

- Menghadapi kesulitan dalam menghafalkan detail secara spesifik

- Kesulitan dalam mengingat memori yang berasal dari waktu kecil hingga remaja

- Kesulitan dalam mengenali wajah oranglain

- Performa pekerjaan yang tidak baik

- Peluang lebih besar terkena depresi

- Kapabilitas terhambat dalam berkhayal

Di sisi positifnya, penderita afantasia mungkin memiliki perlindungan yang lebih baik dari mengingat dengan jelas kejadian-kejadian yang menyakitkan atau traumatis dalam hidup mereka.

Hal ini bisa menjadi manfaat, terutama jika kenangan tersebut tidak mengenakkan dan dialami oleh orang-orang yang memiliki gangguan stress pascatrauma atau riwayat kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi.

Penyebab Afantasia

Meskipun penyebab pasti afantasia belum sepenuhnya dipahami, ada beberapa bukti bahwa kondisi tersebut dapat bersifat bawaan atau berkembang di kemudian hari.

Jika mengalami afantasia saat dewasa, hal itu mungkin disebabkan oleh kecelakaan, trauma, atau penyakit.

Misalnya, satu studi kasus mengikuti seorang arsitek yang mengalami afantasia setelah mengalami stroke yang mempengaruhi bagian otak yang membantu memproses gambar (arteri serebral posterior).

Sejumlah ahli berhipotesis pula bahwa afantasia bisa jadi hasil dari suatu kondisi psikologis semacam depresi, kegelisahan, atau masalah disosiatif.

Para peneliti lain berhipotesis bahwa individu yang mengidap afantasia mungkin memiliki sejarah keluarga dengan kondisi serupa, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya buta visual mental.

Saat ini, para peneliti berupaya untuk mengidentifikasi apakah afantasia berkaitan dengan bagaimana jaringan saraf di otak saling terkoneksi.

Penelitian awal mendemonstrasikan bahwa individu yang memiliki afantasia mungkin juga mengidap sejumlah karakteristik autisme.

Namun, dibutuhkan penelitian tambahan agar kita dapat mengerti sepenuhnya tentang keadaan itu. ***

Anda telah membaca artikel dengan judul Menjelajahi Afantasia: Ketika Pikiran Tak Dapat Membentuk Gambar. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung di website Kaweden MYID.

Lokasi Kaweden