Kaweden MY.ID adalah situs tempat berbagi informasi terkini. Berita dalam negeri kunjungi situs RUANG BACA. Untuk berita luar negeri kunjungi DJOGDJANEWS

Akhir Masa Jaya Sritex yang Setop Beroperasi Mulai Besok 1 Maret 2025, Ini Sosok Pendirinya

Perusahaan tekstil terbesar di Indonesia itu akan menghentikan semua operasinya mulai Sabtu, 1 Maret 2025.

Dengan ditutupnya perusahaan tekstil ini, lebih dari 10.000 karyawan terpaksa dirumahkan sejak tanggal 26 Februari 2023.

Isu kebangkrutan Sritex sudah terdengar sejak Juni 2024. Bisnis milik konglomerat Lukminto meredup dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah wabah Covid-19.

Sritex sempat diperoleh gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang alias PKPU, kemudian akhirnya diumumkan pailit pada bulan Oktober 2024.

Sosok di Balik Sritex

Sempat sukses pada masanya, awal Sritex bermula dari HM Lukminto, seorang pria keturunan Tionghoa yang lahir di Kertosono, Jawa Timur, pada tanggal 1 Juni 1946, yang menjadi pebisnis sukses meskipun tidak tamat SMA.

:

Tidaklah mengherankan, Lukminto tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena terhalang peristiwa G30S-PKI, di mana pemerintah Orde Baru melarang segala sesuatu yang terkait dengan etnis Tionghoa.

Untuk melanjutkan hidup, pria yang lahir dengan nama Ie Djie Shin kemudian mengikuti jejak kakaknya, Ie Ay Djing atau Emilia, yang sudah berdagang di Pasar Klewer. Langkah tersebut menjadi awal mula Lukminto menginjakan kaki di dunia bisnis tekstil.

:

Perusahaan ini dimulai pada tahun 1966 dengan modal Rp100.000 dari kedua orang tua Lukminto, Djie Sing You dan Tan Pik Giok. Pada saat itu, Rp100.000 bukanlah jumlah yang kecil.

Dari modal itu, dia membeli kain belaco di Semarang dan Bandung, dan kemudian dijual kembali di Pasar Klewer, Pasar Kliwon, dan beberapa pabrik batik rumahan. Pada saat itu, dia menjual dengan cara menawarkan barangnya dari pagi hingga sore.

Satu tahun kemudian, dia meminta kakaknya untuk lebih serius menjalankan bisnis tekstil. Dari hasil menjual di pasar keliling, Lukminto kemudian membeli dua unit kios di Pasar Klewer pada 1967.

Dagang Textile Sri Redjeki, Kios EIX No. 12 dan 13, menjadi nama toko pertamanya. Plang tersebut masih dipajang di lobi kantor Sritex.

Dia kemudian berusaha mematenkan nama tokoannya. Namun karena nama Sri Redjeki sudah digunakan orang lain, Lukminto menambahkan nama "Isman" untuk kiosnya saat akan dibuatkan akta notaris.

Toko yang didirikan bersama adiknya semakin berkembang. Dia pun berpikir untuk membuat pabrik sendiri. Setahun setelah toko miliknya berdiri, dia akhirnya mendirikan pabrik di Baturono di atas lahan seluas 1 hektare.

Pada waktu itu, Lukminto telah menggaji sekitar 200 karyawan. Melalui pabrik tersebut, bisnisnya berkembang pesat.

Pada tahun 1978, ia membuka pabrik kedua di Sukoharjo, dan pada tahun 1990 seluruh produksi tekstil dan garmen di kedua pabriknya telah terintegrasi.

Kiprah Sritex semakin cemerlang, namanya mulai dikenal dan ditunjuk menjadi salah satu produsen tekstil militer.

Pada tahun 1992, Sritex diminta untuk menjadi penyedia logistik ABRI dalam pengadaan seragam tentara. Pada saat itu, Sritex telah berjaya di dalam negeri.

Tidak langsung puas, Lukminto melihat peluang untuk menembus pasar Eropa dengan menargetkan produksi tekstil untuk Angkatan Darat Jerman.

Mereka terus berkembang hingga menjadi produsen seragam militer di 30 negara, seperti Jerman, Austria, Swedia, Belanda, dan Kroasia. Selain di Eropa, mereka juga membuat seragam militer bagi beberapa negara di Timur Tengah, seperti Arab Saudi.

Tidak hanya seragam militer negara-negara di seluruh dunia. Sritex juga dipercayakan sebagai produsen seragam tentara organisasi pakta pertahanan negara-negara Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO).

Produksi seragam militer di PT Sritex kemudian menjadi sumber penghasilan utama dengan pangsa mencapai 50% dari keseluruhan kapasitas produksi. Sisanya, mereka memproduksi tekstil untuk merek-merek fashion ternama seperti Uniqlo, Zara, JCPenney, dan Timberland.

Hingga 17 Juni 2013, Lukminto membawa perusahaan tersebut untuk terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Namun, setahun setelahnya, H.M. Lukminto meninggal dunia karena penyakitnya di Singapura pada 2014.

Namun perusahaannya tidak berhenti dan bahkan terus mengembangkan dan beroperasi di lahan seluas 79 hektare di Sukoharjo.

Sebelum krisis mulai berlangsung, pada tahun 2020, Sritex pernah berkontribusi besar dalam upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19. Perusahaan ini berhasil mendistribusikan 45 juta masker hanya dalam waktu tiga minggu. Pada tahun yang sama, untuk pertama kalinya, perusahaan ini mengekspor produknya ke Filipina.

Sritex kemudian jatuh ke tangan anak H.M. Lukminto, Iwan Lukminto, putra sulung almarhum H.M. Lukminto, yang mendirikan grup Sritex pada tahun 1966 dengan toko batik di Solo.

Di samping usaha tekstil, Grup Sritex juga memiliki sekitar 10 hotel di Solo, Yogyakarta, dan Bali, termasuk Holiday Inn Express di Bali.

Selain itu, perusahaan ini juga menguasai perusahaan kertas, Sriwahana Adityakarta, yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Menurut Forbes, saat ini kekayaan Iwan Lukminto mencapai US$515 juta atau setara dengan Rp8,52 triliun.

Anda telah membaca artikel dengan judul Akhir Masa Jaya Sritex yang Setop Beroperasi Mulai Besok 1 Maret 2025, Ini Sosok Pendirinya. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung di website Kaweden MYID.

Lokasi Kaweden