Perbedaan Antara Detonator Elektrik dan Non-Elektrik: Pahami Sebelum Terlambat
KMI NEWS , Jakarta - Ledakan amunisi Di Garut yang mengakibatkan kematian 13 orang bermula dari ledakan sebuah detonator dari amunisi yang sedang dihancurkan. Detonator Yang meletus itu secara instan mengaktivasi amunisi lainnya sehingga menimbulkan rangkaian ledakan.
Dilansir dari federalregister.gov Detonator termasuk sebagai bagian vital dalam mekanisme operasi suatu amunisi pada sektor militer. Umumnya, detonator hadir dalam jenis amunisi berdaya letupan tinggi seperti bom. Perannya adalah menjadi penggerak pertama yang memicu eksplosi bahan peledak primer.
Berdasarkan metode trigernya, detonator pada dasarnya terbagi menjadi dua tipe pokok, yakni detontor listrik dan detontor non-listrik. Walaupun kedua jenis tersebut memiliki tujuan akhir yang serupa, yaitu untuk menginisiasi letusan, mekanisme operasi, bagian-bagian penyusunnya, beserta dengan aplikasinya cukup berlainan. Inilah beberapa perbandingannya.
1. Detonator Elektrik
Dilansir dari miningdoc.tech Detonator elektrik merupakan tipe detonator yang dihidupkan dengan menggunakan tenaga listriks. Tenaga ini dikirim lewat kawat dari sebuah sumber daya listrik seperti baterai, saklar, atau alat pengendali jarak jauh. Terdapat suatu elemen di dalamnya bernama bridge wire atau sering juga dikenal sebagai filamen, yang menjadi panas saat arus mengalirinya. Kelebihan temperatur pada filamen itu sendiri selanjutnya mencetuskan ledakan zat peledak sekunder. Zat peledak sekunder itulah yang nantinya menimbulkan eksplosi untuk merangsang material peledak utamanya dalam bom.
Detonator listrik menawarkan kelebihan pada aspek akurasi waktu. Peledakan bisa diatur secara ekstra teliti, sampai level milidetik. Karena itu, tipe ini amat sesuai untuk situasi yang mengharuskan sinkronisasi tinggi, misalnya dalam pengeboman serentak atau bahan peledak yang diledakkan via remote.
Di samping itu, detonator listrik bisa dipadukan dengan teknologi maju seperti jam tangan digital, perangkat pendeteksi, atau sistem kontrol yang menggunakan satelit. GPS ).
Meskipun demikian, detonator elektrik juga memiliki kekurangan tersendiri. Sebagai perangkat yang bergantung pada aliran listrik, ia cukup sensitif terhadap interferensi elektromagnetik, misalnya kilat, sinyal radio, ataupun fluktuasi daya. Hal tersebut bisa memicu aktivitas tak disengaja dari detonator, maupun membuatnya gagal meledak. Karenanya, untuk mencegah hal-hal semacam itu, diperlukan perlindungan tambahan serta operator yang sudah berpengalaman dalam penerapannya.
2. Detonator Non-Elektrik
Tidak seperti sistem yang mengandalkan tenaga listrik, detonator non-elektrik tidak menggunakan sumber daya listrik untuk memicu ledakan. Sebaliknya, mereka bekerja berdasarkan pada energi mekanis atau kimia seperti percikan api, tekanan, dampak tabrakan, atau transmisi dari gelombang kejut.
Sistem yang paling sering dipakai pada detonator non-elektrik ialah shock tube atau pipa plastik lentur yang memiliki lapisan halus bahan peka ledakan di bagian dalamnya. Saat salah satu ujungnya ditembakkan, shock tube Dinonaktifkan (umumnya menggunakan sumber api atau tekanan), suatu gelombang kejutan akan menyebar sepanjang tabung hingga mencapai detonasinya. Gelombang tersebut cukup berpengaruh untuk menghasilkan ledakan pada bahan peledak sekunder, yang selanjutnya merangsang letusan dari bahan peledak utamanya.
Detonator non-elektrik menawarkan keuntungan signifikan dari segi keselamatan lingkungan, khususnya di area berisiko tinggi mengalami interupsi listrik atau zona konflik dengan potensi serangan elektromagnetik yang kuat. Sebabnya adalah karena alat ini tidak memerlukan pasokan energi listrik, sehingga membuat sistem menjadi sangat kokoh serta anti petir dan kurang rentan terhadap pengaruh luar. Tambahan pula, proses penyiapan detonator jenis ini biasanya lebih mudah dan tak butuh perlengkapan elektronika ekstra untuk mendukung operasionalnya.
Walaupun begitu, detonator non-elektronik kurang presisi dibandingkan dengan sistem elektrik. Umumnya, gelombang kejutan di dalam tabung kejut perlu waktu beberapa milidetik hingga mencapai titik detonator, menjadikan pencapaian sinkronisasi tepat pada waktunya menjadi suatu tantangan. Karena alasan tersebut, pemakaian jenis detonator ini paling sesuai untuk proses peledakan yang tidak mengharuskan adanya jeda waktu ledak yang sangat khusus.
Anda telah membaca artikel dengan judul Perbedaan Antara Detonator Elektrik dan Non-Elektrik: Pahami Sebelum Terlambat. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung di website Kaweden MYID.
Gabung dalam percakapan