Kaweden MY.ID adalah situs tempat berbagi informasi terkini. Berita dalam negeri kunjungi situs RUANG BACA. Untuk berita luar negeri kunjungi DJOGDJANEWS

Konflik PHK Massal di PT Yihong: Kebenaran Tersembunyi yang Harus Diketahui

PIKIRAN RAKYAT - Ratusan karyawan dari PT Yihong Novatex Indonesia, sebuah perusahaan tekstil berasal dari Tiongkok yang aktif di Cirebon, tiba-tiba menghadapi pemutusan hubungan kerja. Hal ini tidak disebabkan oleh kebangkrutan atau penurunan permintaan pasar.

precisely because they spoke up—fighting for rights that have long been ignored. Now, their voices are met with unilateral Mass Layoff (PHK) against 1,126 employees.

Dari Persatuan Menuju Pemutusan Kerja SecaraMassal

Cerita dimulai ketika tiga karyawan dari PT Yihong digugurkan tanpa penjelasan yang jelas. Teman-teman sejawat mereka menganggap penghentian tersebut sebagai hal yang tidak adil sehingga memilih untuk melancarkan aksi solidaritas dengan cara mogok kerja selama empat hari di awal bulan Maret tahun 2025. Akan tetapi, alasan damai ini malah dipakai oleh perusahaan untuk tutup pabrik serta melakukan pemutusan hubungan kerja massal.

Surat dari perusahaan mengindikasikan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi lantaran pembatalan pesanan oleh klien sebagai dampak dari mogok kerja. Akan tetapi, pandangan ini ditolak oleh para pekerja serta serikat pekerjanya yang meyakini adanya informasi lain yang belum tersingkap dalam kasus tersebut.

"Kami bukan melakukan pemogokan. Kami terus masuk bekerja sebagaimana mestinya. Namun secara mendadak kita semuanya diberhentikan. Hal ini tentunya merupakan sebuah pelanggaran," ujar Keterangan Serikat Buruh Demokrasi Independen (SBDI) PT Yihong.

Fakta-Fakta yang Disembunyikan

Pernyataan formal perusahaan mengklaim pemutusan hubungan kerja terjadi lantaran kerugian yang disebabkan oleh mogok kerja. Akan tetapi, temuan penyelidikan dari dinas tenaga kerja wilayah III Cirebon mendapati adanya empat pelanggaran signifikan yang dilakukan oleh pihak perusahaan:

  1. Kompensasi Yang Belum Ditransfer: Sebanyak tiga tahun, pekerja kontrak tak kunjung mendapatkan pembayaran kompensasi usai periode kerja mereka habis.
  2. Hutang Jam Kerja: Beban kerja tetap dikenakan meski bahan baku tidak tersedia.
  3. Status Part-Time Tanpa Kontrak Tertulis: Sebanyak 617 buruh berstatus paruh waktu secara lisan tanpa kontrak tertulis—padahal mereka sudah layak diangkat menjadi karyawan tetap.
  4. Tanpa Adanya Pengenalan Aturan Perusahaan: Sebanyak tiga tahun, organisasi tersebut belum pernah mengadakan sesi pengenalan tentang hak dan tanggung jawab dalam bekerja.

Semakin menyedihkan, setelah laporan pemeriksaan selesai, perusahaan malah memulai proses pemutusan hubungan kerja secara berkelanjutan kepada pekerja-pekerja yang dengan aktif mengungkapkan pendapat mereka, mencakup 20 pekerja dalam tahapan pertama, 60 di tahap kedua, serta 3 lainnya pada fase ketiga. Para pekerja menduga hal tersebut merupakan balasan atas tindakan mereka dan dikhawatirkan menjadi bagian dari upaya penghentian aktivitas serikat pekerja atau biasa disebut union busting.

Tidak Pailit, Tapi Tutup

Alasan perusahaan yang menyatakan penutupan disebabkan oleh kebangkrutan pun telah dibuktikan sebagai palsu.

Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Cirebon, Novi Hendrianto, PT Yihong belum mengalami kebangkrutan.

Sekretaris Daerah Kabupaten Cirebon, Hilmi Rivai, menyatakan tegas bahwa pihak pemerintahan akan mendukung proses perbincangan tersebut.

"Kita tak mau insiden serupa yang menimpa PT Sritex berulang. Masalah bangkrut perlu diteliti secara menyeluruh," katanya.

Informasi tambahan mengungkap bahwa PT Yihong tetap memiliki beberapa pesanan dan berniat untuk melanjutkan operasinya—meskipun dengan menerapkan sistem pengambilan pegawai baru. Hal ini menciptakan spekulasi bahwa perusahaan secara sengaja telah memberhentikan pekerja lama yang terlibat dalam serikat buruh demi kesempatan merekrut karyawan baru yang diharapkan akan lebih "tunduk".

Serikat Pekerja Dikriminalisasi?

Pernyataan yang disampaikan oleh Disnakertrans Provinsi Jawa Barat juga menjelaskan bahwa sumber masalah utamanya bukan hanya berakhirnya masa kerja kontrak, melainkan para pekerja meminta pelaksanaan catatan pemeriksaan tenaga kerja. Catatan tersebut mencantumkan bahwa status pekerja harian lepas perlu dirubah menjadi pegawai tetap sesuai dengan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021.

"Sebetulnya perusahaan berniat untuk memenuhi permintaan itu dengan langkah demi langkah, namun para pekerja merasa tak bisa menunggu," ungkap Firman Desa, wakil dari Disnakertrans Jabar.

Pernyataan tersebut malah menciptakan kebingungan: Apabila perusahaan sungguh-sungguh, kenapa tak terjadi kemajuan sejak laporan pemeriksa dirilis? Kenapakah pekerja yang berusaha melindungi hak-hak mereka justru dipecat?

"Mereka cuma minta hak yang seharusnya. Kalau perusahaan taat aturan, kenapa ragu-ragu ngasih status permanen?" ungkap Taufik Nurrohim dari Komisi III DPRD Jabar.

Menuntut Keadilan, Bukan Kasihan

Demonstrasi yang terjadi pada tanggal 11 Maret 2025 tidak dimaksudkan sebagai suatu tuntutan, melainkan sebagai bentuk protes. Para buruh menyerukan agar hak-hak mereka dikembalikan, ketentuan pekerjaan diatur dengan jelas, serta pemutusan hubungan kerja masal dicabut. Yang mereka inginkan adalah bisa kembali bekerja, bukannya mendapatkan belas kasihan.

Saat ini, pihak pemerintah daerah yang memfasilitasi proses mediasi. Akan tetapi, sampai tulisan ini dibuat, putusan akhir dari Pengadilan Hubungan Industri (PHI) belum keluar. Ribuan pekerja terus menanti-nantikan hasilnya, dengan harapan negara dapat menjadi perlindungan bagi mereka daripada hanya menyaksikannya saja. ***

Anda telah membaca artikel dengan judul Konflik PHK Massal di PT Yihong: Kebenaran Tersembunyi yang Harus Diketahui. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung di website Kaweden MYID.

Lokasi Kaweden