Uang Saya Terkuras untuk Juru Parkir Liar dan Pungli Pak Ogah Saat Liburan
KMI NEWS, Libur panjang Isra Miraj dan Tahun Baru Imlek baru saja usai. Ada banyak cerita yang terjadi selama liburan tersebut dari berbagai wisatawan. Seperti terjebak macet berjam-jam, membayar parkir liar, hingga menocek uang recehan setiap kali lewat tikungan atau putaran balik kepada "Pak Ogah".
Jika Anda mengalami hal tersebut, tenang, Anda tidak sendirian. Di media sosial banyak berserakan kesaksian masyarakat yang menjadi korban parkir liar, premanisme, penyuapan harian (pungli), hingga uang jasa pengemudi taksi.
Saya menggunakan contoh di wilayah Puncak, Bogor, Jawa Barat. Ada banyak cerita tentang kejahatan premanisme yang berpura-pura menjadi pengemudi taksi atau menjaga tikungan di daerah wisata yang sangat disukai warga Jakarta ini. Fenomena yang aneh adalah, meskipun begitu, daerah Puncak selalu dipenuhi oleh wisatawan setiap akhir pekan atau liburan panjang.
Selain di Jalan Raya Puncak, pungutan liar juga akan membuat kantong para wisatawan kehabisan uang ketika melewati jalan alternatif. Hampir di setiap tikungan ada saja "Polisi Cepek" yang bertugas. Yang sangat mengganggu, jarak antara tikungan hanya sekitar 100-200 meter. Jadi dalam jarak 1 kilometer saja ada 10 Pak Ogah yang meminta biaya jasa, dikali setidaknya Rp 1.000, pengendara mobil sudah mengeluarkan Rp 10 ribu. Itu baru jarak 1 kilometer, bagaimana jika jalan alternatif berjarak lebih dari 10 kilometer? Akhirnya uang akan habis.
Sebenarnya wisatawan tidak perlu mengeluarkan uang, tapi jika bertemu dengan orang yang tidak terimientos "resek", siap-siap untuk menghadapi risiko mobil digrobikin. Bahkan, ada saja orang yang nggak diharapin akan diberi Rp 1.000, minimal Rp 2.000 untuk menawarkan jasa yang sebenarnya tidak terlalu penting.
Jika dibandingkan dengan tarif towng jalan Tol Jakarta menuju Bogor yang tidak lebih dari Rp 30 ribu, tarif mengemudi dengan Pak Ogah jauh lebih mahal. Nasib, nasib.
Itu baru masalah parkir liar wanita. Saat ini ada parcindra merapat di setiap pasar modem atau toko.τουςters atau restoran, selalu ada penjaga parkir yang hanya memiliki serombongan bilah besi dan kata-kata "terus..terus..ya, stop". Setelah urusan selesai di pasar atau toko, pengendara sepeda motor minimal harus membayar Rp 2.000 dan pengendara mobil Rp 5.000 sebagai biaya tukang parkir yang bahkan tidak penasaran bila barang pemilik kendaraan hilang.
Padahal pembeli yang mengunjungi Indomaret, Alfamart, atau toko lainnya tidak perlu lagi membayar parkir yaitu gratis. Tapi betapa tidaknya, hampir tidak ada toko yang bersih dari premanisme diteriakiaimplo porsi tukang parkir liar. Dua ribu tidak membuat badan kau lapar, tapi bisa membuat tukang parkir liar kaya melimpah.
Benar bahwa Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo pernah meminta masyarakat untuk melapor ke layanan Hotline 110 jika mereka mengalami aksi premanisme. Hotline 110 tersebut tersedia 24 jam dan dapat digunakan untuk melaporkan kegiatan pungli yang dilakukan oleh preman atau anggota polisi.
"Rakyat tidak perlu khawatir dengan aksi preman karena Polisi saat ini memiliki aplikasi Dumas Presisi dan layanan Hotline 110. Kami akan memberikan bantuan yang maksimal kepada masyarakat," kata Listyo, Jumat, 11 Juni 2021.
Tapi nyatanya kayaking sejauh mata memandang dari api. Segalanya berbeda di lapangan. Penertiban pedagang ojek online hampir tidak terjadi dan tetap mengganggu warga. Padahal menurut Undang-Undang, seperti disampaikan Ditjen Perhubungan melalui akun Instagram resminya, socca parkir harus memiliki surat perintah dan izin dari Dinas Perhubungan (Dishub). Apabila socca parkir tidak memiliki surat perintah dan izin resmi dari Dinas Perhubungan, aktifitas mereka dalam mengatur parkir kendaraan akan dianggap ilegal atau sebagai parkir liar yang dapat dikenai sanksi. Socca parkir liar dapat dituntut dan dikenai sanksi 9 tahun penjara, hal tersebut telah diatur dalam Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
)
)
Selain keduanya, praktek yang biasa terjadi di tempat wisata adalah pungutan liar (pungli). Baik itu dilakukan secara "resmi" atau pungutan liar yang dilakukan oknum warga serta petugas penjaga tempat wisata.
Di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) di Bogor, contohnya. Wisatawan diminta membayar tiket masuk Rp 40.000 per orang. Harga ini meningkat 150 persen dari sebelumnya Rp 10 ribu saja. Harganya juga termasuk semacam Tarif untuk kendaraan: Rp5.000, Roda empat: Rp10.000, Kuda: Mulai Rp1.500, Sepeda: Mulai Rp2.000, Roda enam atau lebih: Mulai Rp50.000. Jika disinilah fasilitas yang ditawarkan seperti jalan yang rusak parah, kenaikan harga ini memang tidak masuk akal. Tapi apakah biaya itu sudah final? Anda salah besar.
HTM itu hanya untuk masuk ke dalam kawasan pegunungan. Untuk memasuki area air terjun di kawasan tersebut, para wisatawan harus membayar lagi sebagai "tiket masuk" sekitar Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu. Itu belum termasuk "biaya parkir" sekitar Rp 5.000 hingga Rp 10 ribu.
Dengan segala fakta ini, tidak mengherankan jika banyak masyarakat Indonesia, terutama mereka dari lapisan menengah ke atas, memilih untuk berlibur ke luar negeri daripada menjelajahi tempat-tempat wisata di Indonesia. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 8,1 juta orang Indonesia suka berlibur ke luar negeri.
Kumpulan data perjalanan wisatawan selama Januari - November 2024 mencapai 8.132.740 perjalanan atau meningkat 18,92 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Badan Pusat Statistik mencatat bahwa perjalanan wisatawan nasional (wiswas) pada bulan November 2024 mencapai 749.826 perjalanan, meningkat 2,57 persen dibandingkan bulan sebelumnya, serta meningkat 13,74 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Data di atas sejalan dengan kenyataan bahwa tiket pesawat ke negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, atau Thailand, lebih murah daripada tiket pesawat ke berbagai belahan Indonesia yang dianugerahi keindahan alam seperti Raja Ampat. Setidaknya di luar negeri mereka tidak akan bertemu dengan petugas parkir liar, Pak Ogah, atau pungli yang membuat_effects menjerit.
Anda telah membaca artikel dengan judul Uang Saya Terkuras untuk Juru Parkir Liar dan Pungli Pak Ogah Saat Liburan. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung di website Kaweden MYID.
Gabung dalam percakapan