Menengok Kisah Kolaborasi Ekologis di Lingkar Nikel Sorowako
Kaweden MYID, SOROWAKO - Pagi itu, medio September 2025, dermaga kecil di Desa Pasi-Pasi, Kecamatan Malili-Luwu Timur, Sulawesi Selatan, tampak ramai. Beberapa warga memancing dengan alat sederhana, menanti ikan-ikan kecil menggigit umpan.
Salah satunya Restu (52), nelayan yang sudah puluhan tahun bergantung pada laut. “Sekarang sudah lumayan, ikan banyak lagi, kepiting juga sering muncul,” ujarnya sambil tersenyum kepada Bisnis, belum lama ini.
Beberapa tahun lalu, kondisi itu nyaris hilang. Abrasi menggerus pesisir, ikan menjauh, dan ekosistem mangrove rusak. Para nelayan kehilangan harapan. Namun sejak 2023, warga bersama pemerintah desa dan PT Vale Indonesia Tbk. (PT Vale) bahu-membahu menanam ribuan pohon mangrove.
Kepala Desa Pasi-Pasi, Sopyan Ibnu Hasim, mengenang masa kritis itu. “Waktu ada program penanaman, masyarakat langsung bergerak. Alat mereka sediakan sendiri. Sekarang hasilnya kelihatan,” ujarnya.
Hingga kini, sekitar 4.000 pohon mangrove telah ditanam dan akan ditambah 2.000 lagi tahun ini. Mangrove bukan hanya menahan abrasi, tetapi juga menjadi rumah bagi biota laut dan tumpuan ekonomi warga.
Pemerintah desa tengah menyiapkan kawasan ini sebagai wisata ekologi. Jalur tracking mangrove akan diperpanjang, dan pelaku UMKM lokal diajak membuka tenant kuliner serta souvenir. “Kami ingin anak-anak sekolah belajar langsung tentang lingkungan di sini,” kata Sopyan.
Upaya menjaga keberlanjutan juga terus ter-improvisasi di tepi Danau Matano. Di Kecamatan Nuha, kelompok masyarakat Pakan Inia mengubah ikan sapu-sapu yang dulunya dianggap hama dan merusak populasi ikan endemik Matano menjadi sumber ekonomi baru.
“Ikan ini merusak jaring dan ekosistem. Kami pikir, kenapa tidak dimanfaatkan saja?” ujar Jabir Wisuyadi, sekretaris kelompok tersebut. Mereka menggandeng Politeknik Sorowako (Poliwako) mengolah ikan sapu-sapu menjadi tepung berprotein tinggi sebagai bahan pakan ternak dan olahan pangan.
Kini kelompok itu memproduksi mesin pengolah sendiri untuk memperluas skala produksi. “Dari yang tadinya hama, sekarang jadi peluang usaha,” kata Jabir.
Di Kecamatan Towuti, kolaborasi lain tumbuh lewat pengelolaan sampah. Bumdesma Moiko Morokono bersama pemerintah setempat menyiapkan Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) yang menampung rata-rata 16 ton sampah per hari.
“Ke depan, kami ingin menambah biodigester untuk menghasilkan gas dari sampah, juga rumah maggot untuk mengurai sampah organik,” jelas Frengky, Manajer Lapangan Bumdesma. Dalam jangka panjang, TPS 3R ini ditargetkan berkembang menjadi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) berkapasitas 32 ton per hari.

Bahu Membahu di Lingkar Tambang
Inisiatif masyarakat ini sejalan dengan sistem pengelolaan sampah yang lebih dulu berjalan di area operasional PT Vale melalui program Segregation Plan. Sampah dari perumahan dan pabrik dipilah berdasarkan jenis material logam, kaca, kardus, hingga plastik sebelum dikirim ke bank sampah di Sorowako dan Wasuponda.
“Volume sampah yang masuk mencapai 15 ton per hari. Segregasi ini mempermudah daur ulang dan menjadi bagian dari komitmen keberlanjutan di Luwu Timur,” ujar Heri Sudarto, Foreman Segregation Plan PT Vale.
Rangkaian upaya ini menunjukkan semangat kolektif masyarakat lingkar tambang Blok Sorowako menjaga keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan. Di tengah geliat industri nikel, kesadaran ekologis tumbuh makin kuat.
Sainab Husain Paragay, Senior Coordinator PTPM Livelihood PT Vale, mengatakan rehabilitasi mangrove di Pasi-Pasi berawal dari kajian sosial-lingkungan yang menunjukkan degradasi pesisir. “Dampak penurunan kualitas lingkungan dirasakan langsung nelayan. Karena itu, kami mendampingi desa agar bisa melakukan pemulihan berbasis partisipasi warga,” ujarnya.
Selain ribuan pohon mangrove, PT Vale juga mengadakan pelatihan pembibitan dan mendukung kelompok pengolah ikan sapu-sapu serta Bumdesma pengelola sampah, mulai dari sarana produksi hingga penguatan pasar.
Safaruddin, Senior Manager PPM PMDM dan Strategi PT Vale, menegaskan bahwa pendampingan dilakukan secara kolaboratif. “Harapannya masyarakat mampu mandiri menjaga lingkungan sekaligus memperoleh manfaat ekonomi berkelanjutan,” katanya.
Dari tepi Danau Matano hingga pesisir Pasi-Pasi kolaborasi warga, pemerintah, dan industri menggambarkan satu benang merah bahwa keberlanjutan tidak lahir dari satu pihak. Itu tumbuh dari tangan-tangan yang mau bekerja bersama menjaga bumi tempat berpijak.
Anda telah membaca artikel dengan judul Menengok Kisah Kolaborasi Ekologis di Lingkar Nikel Sorowako. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung di website Kaweden MYID.
Gabung dalam percakapan