Proyek Kereta Cepat Dalam Radar KPK, Kilas Balik Sejumlah Masalahnya

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sedang menyelidiki dugaan rasuah pada proyek kereta cepat atau Whoosh. Lembaga antirasuah itu mengungkap penyelidikan telah dimulai sejak awal 2025.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan penyelidikan yang dilakukan oleh KPK menggunakan metode pengembangan perkara atau case building. “Jadi setiap penanganan perkara di KPK itu bisa berangkat dari pengaduan masyarakat, bisa juga berangkat dari case building yang dilakukan oleh KPK,” Kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Senin, 27 Oktober 2025.
Budi enggan bicara banyak perihal persoalaan dalam proyek kereta cepat yang menjadi incaran KPK. Ia meminta agar masyarakat yang memiliki informasi ihwal permasalahan ini segera disampaikan kepada KPK.
Budi mengatakan informasi dari masyarakat akan menjadi bahan pengayaan oleh para penyelidik dalam menangani dugaan korupsi kereta cepat itu. "Dalam proses penyelidikan secara umum tentu tim terus melakukan pencarian, keterangan-keterangan yang dibutuhkan untuk membantu dalam mengungkap perkara ini," ucap Budi.
Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengonfirmasi pengusutan dugaan korupsi proyek kereta cepat ini sudah masuk pada tahap penyelidikan. Meski demikian. "Untuk modusnya masih kami dalami," ucap Asep saat dikonfirmasi Tempo pada Senin.
Proyek kereta cepat ini memang sudah memiliki beragam masalah sejak awal pembangunannya. Berikut rangkuman Tempo:
Tarik ulur proyek sejak 2015
Menyitir laporan Koran Tempo tertanggal 22 Maret 2021, proyek kereta cepat ini sebenarnya sudah dicetuskan sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2012. Kala itu sempat ada tawaran proposal dari Japan Internasional Cooperation Agency (JIICA) Jepang.
Proyek kereta cepat baru dibahas saat Joko Widodo menjabat presiden di periode pertama. Proyek itu disetujui dalam rapat terbatas kabinet pada Maret 2015. Tapi, JIICA mendapat saingan yakni dari Cina.
Pada September 2015, pemerintah sempat menolak dua proposal tersebut karena tidak feasible dan harus menggunakan kas negara. Namun, sebulan setelahnya Cina yang ditunjuk untuk menggarap proyek tersebut dan membentuk PT Kereta Cepat Indonesia-Cina (KCIC) dengan kepemilikan saham 60 persen PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan sisanya Beijing Yawan HSR co Ltd (40 persen).
Hitungan awal proyek ini menelan biaya hingga US$ 6,071 miliar dengan total panjang lintasan 142 kilometer. Proyek dikerjakan dengan biaya 75 persen ditanggung pinjaman dari China Development Bank (CDB) dan 25 persen berasal dari PT Kereta Cepat Indonesia-China berupa ekuitas.
Sempat molor karena ada pembengkakan biaya
Persoalan mulai timbul saat proyek kereta cepat itu masuk tahap konstruksi. Proyek yang seharusnya dapat beroperasi pada 2022 molor. Musababnya, terdapat pembengkakan biaya atau cost overrun yang mencapai 23 persen atau US$ 1,39 miliar dari nilai awal proyek senilai US$ 6,071 miliar sehingga totalnya menjadi US$ 7,27 miliar.
Lebih pilih Cina daripada Jepang
Dalam penawarannya, JIICA memberikan memberikan tawaran nilai proyek Rp 60,79 triliun dengan bunga pinjaman 0,1 persen dan tenor 40 tahun dengan spesifikasi kereta kecepatan 320 km/jam. Lebih murah dari China yang menawarkan US$ 5,5 miliar dengan tenor 40 tahun bunga 2 persen dengan spesifikasi kereta kecepatan 300 km/jam.
Menteri BUMN saat itu Rini Soemarno sempat menolak kedua proposal pada September 2015. Tapi, sebulan setelahnya memilih Cina daripada Jepang untuk kerjasama proyek kereta cepat.
M. Raihan Muzzaki berkontribusi dalam penulisan artikel iniKERETA CEPAT: Jepang dan Cina Berebut Proyek (Bag. 1)
KERETA CEPAT: Studi Kelayakan Siapa Paling Unggul? (Bag. 2)
KERETA CEPAT: Hasil Studi Kelayakan Jepang Vs Cina (Bag. 3)
Anda telah membaca artikel dengan judul Proyek Kereta Cepat Dalam Radar KPK, Kilas Balik Sejumlah Masalahnya. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung di website Kaweden MYID.
Gabung dalam percakapan